Insiden Perusakan Rumah Doa di Padang Sarai: Dua Anak Luka, Sembilan Pelaku Diamankan
SKJENIUS TIME LINE,Padang, 28 Juli 2025 — Insiden perusakan rumah doa umat Kristen terjadi di Kelurahan Padang Sarai, Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang, Sumatera Barat, pada Minggu sore. Kejadian ini memicu keprihatinan luas setelah dua anak mengalami luka akibat tindakan kekerasan yang dilakukan sekelompok massa.
Menurut keterangan Pendeta GKSI Anugerah Padang, F. Dachi, peristiwa bermula sekitar pukul 16.00 WIB saat ia tengah duduk di teras rumah doa bersama beberapa jemaat. Tiba-tiba, sekelompok warga mendatangi lokasi dengan membawa kayu, batu, dan senjata tajam sambil berteriak agar kegiatan dibubarkan.
“Mereka melempar batu, memukul jendela kaca, merusak kursi, dan membuat anak-anak histeris,” ujar Dachi. Sebanyak dua anak, berusia 9 dan 11 tahun, menjadi korban pemukulan. Salah satu di antaranya mengalami cedera kaki, sementara yang lain mengalami memar di bahu akibat pukulan kayu. Keduanya telah dilarikan ke rumah sakit.
Polisi setempat bergerak cepat dan berhasil mengamankan sembilan orang terduga pelaku. Wakapolda Sumbar, Brigjen Pol Solihin, menyatakan bahwa identitas dan kronologi lengkap akan segera dirilis lebih lanjut.
Wali Kota Padang, Fadly Amran, menyampaikan permintaan maaf kepada umat Kristen atas insiden ini. Ia menyebutkan bahwa insiden tersebut terjadi akibat miskomunikasi dan menegaskan bahwa pihak pemerintah tidak akan melakukan intervensi terhadap proses hukum yang berjalan.
“Kita hidup dalam keberagaman. Pemerintah akan memfasilitasi trauma healing melalui Dinas Sosial dan Dinas Kesehatan,” ungkapnya.
Pendeta Dachi menyayangkan peristiwa tersebut karena rumah doa itu sejatinya digunakan untuk pendidikan agama anak-anak Kristen yang tidak mendapat pelajaran agama di sekolah. Ia juga mengaku mendapatkan ancaman agar tidak lagi menggelar kegiatan serupa.
Sementara itu, Kementerian Agama Kota Padang menyatakan bahwa insiden tersebut bukan merupakan konflik bernuansa SARA. Kepala Kantor Kemenag, Edy Oktafiandi, menjelaskan bahwa peristiwa ini berakar dari kesalahpahaman sosial mengenai status rumah yang digunakan untuk pembelajaran agama.
“Rumah itu bukan tempat ibadah tetap, melainkan ruang belajar agama anak-anak Nias yang kesulitan akses ke gereja karena jarak dan ekonomi,” ujar Edy usai pertemuan penyelesaian di Kantor Camat Koto Tangah bersama FKUB dan aparat pemerintah.
Penasihat hukum warga Nias, Yutiasa Fakho, menegaskan bahwa mereka akan tetap menempuh jalur hukum atas tindakan perusakan, penganiayaan, dan pengancaman yang terjadi. Ia mengingatkan bahwa kejadian serupa pernah terjadi sebelumnya di Padang dan berharap hukum ditegakkan secara adil agar keberagaman tetap terjaga.(Mislinda)